Keindahan Sastra Melayu Klasik
Dalam hal kesusastraan Melayu klasik, yang dikatakan sebagai karya yang indah adalah karya yang tidak saja menampilkan kecantikan bunyi bahasanya, tetapi juga meluas kepada susunan watak dan ceritanya. Selain itu, sastra yang indah itu akan membawa faedah dan manfaat, dimana hal ini biasanya dalam bentuk pengajaran.
Ketika muncul pertanyaan mengenai “kemelayuan,” jawaban dalam konteks wilayah saja ternyata tidak cukup untuk menjelaskannya. Melayu pada dasarnya tidak cukup hanya dijelaskan dengan mengatakan bahwa daerahnya adalah Riau dan Riau Kepulauan, dengan salah satu daerah yang merepresentasikan kebudayaan Melayu itu adalah Pulau Penyengat. Ketika berbicara mengenai bahasa Melayu, wilayah perbincangannya pun tidak cukup hanya pada wilayah Riau dan Kep.Riau. Bahasa Melayu dengan berbagai dialeknya telah dijelaskan oleh beberapa peneliti linguistik, tersebar luas di wilayah Indonesia. Dan ketika berbicara mengenai aspek ‘kemelayuan’ lainnya seperti adat-istiadat, kepribadian, dan sejarah, masing-masing dijelaskan dalam konteks yang berbeda hingga batasan mengenai “kemelayuan” itu pun sulit dideskripsikan.
Satu hal yang menarik jika membicarakan Melayu adalah kesusastraannya, khususnya kesusastraan Melayu Klasik. Ketika kita membicarakan kesusastraan Melayu, khususnya Melayu Klasik, kita memang harus membatasinya ke karya-karya yang muncul atau ditulis pada masa lalu di wilayah kekuasaan kerajaan Melayu Riau. Salah satu fokusnya ada Pulau Penyengat yang memang diakui sebagai salah satu daerah tempat tumbuh dan berkembangnya sastra Melayu Klasik yang juga hingga saat ini menjadi penanda utama budaya Melayu.
Kesusastraan Melayu klasik ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk penulisannya, yaitu karya prosa seperti hikayat, dan puisi seperti syair dan pantun. Liaw Yock Fang (1991) lebih spesifik lagi melihat karya-karya prosa Melayu Klasik ini yang kemudian dibedakannya lagi menjadi kesusastraan yang mendapat pengaruh epos India, mendapat pengaruh cerita panji dari Jawa, kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam, kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, sastra kitab, sastra sejarah, serta undang-undang Melayu lama.
Selain hikayat, syair juga merupakan karya sastra Melayu Klasik yang unik dan menarik. Syair Melayu klasik ini juga sangat beragam isinya hingga Liaw (1991) menggolongkannya menjadi lima kelompok, yaitu syair panji, syair romantik, syair kiasan, syair sejarah, dan syair agama. Begitu indah dan menariknya syair-syair Melayu Klasik ini sehingga sampai saat ini masih sering dibicarakan, dibahas, diteliti, dan juga ditulis ulang. Salah satunya adalah Syair Ikan Terubuk yang menurut Azmi (2006:V) hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang dua puluh versi yang diterbitkan.
Syair Ikan Terubuk ini menurut Liaw termasuk kepada syair kiasan. Syair kiasan atau simbolis ini menurut Overbeck (dalam Liaw,1991:222) biasanya mengandung kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Syair Ikan Terubuk ini sendiri dikatakan merupakan sindiran terhadap anak Raja Malaka yang waktu itu berusaha meminang Putri Siak.
Ditinjau dari bentuk serta isinya, syair ini penuh dengan ungkapan-ungkapan keindahan. Keindahan itu sendiri merupakan pengalaman yang dirasakan oleh setiap pribadi sehingga sudut pandangnya pun akan berbeda-beda. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap keindahan-keindahan yang terdapat dalam Syair Ikan Terubuk berdasarkan konsep keindahan dalam karya sastra Melayu Klasik seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli sastra Melayu Klasik.
Sebagai objek penelitian, penulis memilih Syair Ikan Terubuk yang telah diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan penerbit Adicita Karya Nusa pada tahun 2006. Berbeda dengan terbitan syair-syair pada umumnya, BKPBM mencetaknya di kertas art paper dan penuh dengan warna sehingga syair ini dari tampilan bukunya saja sudah indah dan akan semakin menarik untuk dibaca.
2.Konsep Keindahan dalam Sastra Melayu Klasik
Keindahan pada dasarnya adalah kebenaran, ekspresi dan simbol dari kesempurnaan, ciptaan Tuhan, dan manifestasi perasaan tentang sesuatu yang bagus (Santayana, 1961:23). Ciptaan Tuhan mau tidak mau telah menjadi satu ukuran dari keindahan itu. Ketika suatu bentuk ciptaan manusia semakin mendekati kepada kesempurnaan ciptaan Tuhan, makin indah pulalah karyanya itu. Selain itu, pengalaman yang dirasa oleh masing-masing pribadi terhadap sesuatu yang bagus dan indah juga merupakan salah satu hal yang diutamakan dari keindahan tersebut.
Berbicara mengenai keindahan dalam karya sastra, maka kita akan berbicara mengenai susunan dan rangkaian kata yang disusun sedemikian rupa oleh pengarang atau penulisnya. Sebuah karya sastra juga telah mengalami suatu proses pengolahan oleh pengarang atau penulisnya dari suatu fakta atau kenyataan yang ditemuinya dengan menggunakan imajinasinya sehingga fungsi estetis dari karya itu pun lebih menonjol dari pada fungsi informatifnya seperti yang terdapat dalam karya-karya non-fiksi.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap karya sastra itu memiliki unsur estetis atau bentuk-bentuk keindahannya masing-masing. Menurut Salleh (2000:234), yang indah itu dicari karena keupayaannya membawa nikmat yang membawa khalayak kepada suatu peringkat yang lebih tinggi kepada bayangan pengalaman luar biasa yang mungkin terdapat hanya di kayangan sastra yang terbina oleh imaginasi. Melalui karya yang indah, kita memanjat tangga pengalaman yang lebih cantik dan halus daripada pengalaman harian. Inilah pengalaman sastra yang dicari.
Dalam hal kesusastraan Melayu Klasik, yang dikatakan sebagai karya yang indah adalah karya yang tidak saja menampilkan kecantikan bunyi bahasanya, tetapi juga meluas kepada susunan watak dan ceritanya (Salleh, 2000:237). Selain itu, sastra yang indah itu akan membawa faedah dan manfaat, biasanya dalam bentuk pengajaran. Pengajaran di sini dapat ditakrifkan dalam suatu julat makna yang luas, daripada membawa panduan untuk membina sesuatu barang atau bangunan, kepada contoh untuk menjadi raja yang adil, istri yang taat, suami yang penyayang, wira yang setia dan secara umumnya manusia yang baik di sisi masyarakat dan agama.
Imam Ghazali mengungkapkan konsep keindahan ‘luaran’ dan ‘dalaman’. Keindahan ‘luaran’ adalah keindahan yang dinyatakan dan dapat dicerap pancaindra. Keindahan ‘dalaman’ adalah keindahan yang tersirat, tidak dinyatakan dan tidak dapat dirasakan, namun yang dicerap akal serta memberi landasan kepada keindahan didaktik yang disebut M.Hj. Salleh. Justru keindahan itulah yang mesti disampaikan kepada pembaca oleh karya sastra zaman klasik dengan cara-cara tersendiri melalui keindahan luaran sebagai bentuk syarat dan petunjuk (Braginsky, 1994: 6)
3. Keindahan dalam Syair Ikan Terubuk
Syair Ikan Terubuk, mengisahkan ikan Terubuk yang tinggal di lautan Malaka tergila-gila kepada ikan Puyu-Puyu yang tinggal di sebuah kolam, di hulu sungai Tanjung Padang. Begitu tergila-gilanya Ikan Terubuk kepada Ikan Puyu-Puyu, sehingga ia menghimpun semua menteri, hulubalang, dan pengawalnya seperti ikan tenggiri, lumba-lumba, pare, dan lain-lain untuk menyerang negeri tempat berdiamnya Puteri Puyu-Puyu jika cintanya ditolak.
Berita mengenai rencanan kedatangan Ikan Terubuk ternyata sampai juga ke telinga Putri Puyu-Puyu. Hatinya pun menjadi gelisah dan takut mengingat serangan tentara Ikan Terubuk ke negerinya nanti. Putri Puyu-Puyu pun menghimpun semua pengiring dan pengawalnya untuk menyampaikan perasaannya yang tidak mungkin menerima Ikan Terubuk karena mereka berdua berlainan negeri, yaitu laut dan darat. Putri Puyu-Puyu pun akhirnya berdoa meminta bantuan kepada datuk neneknya. Bantuan pun datang. Putri Puyu-Puyu beserta semua rakyatnya dijemput untuk naik ke puncak batang pulai. Di sanalah mereka semua bersembunyi.
Ketika Ikan Terubuk beserta pasukannya datang, mereka hanya mendapati negeri yang kosong. Hati Ikan Terubuk pun hancur. Ia kembali pulang dengan mananggung hati yang luka karena cinta yang tidak kesampaian.
Berdasarkan bentuknya, syair ini menampilkan keindahan luaran berupa rangkaian kata yang terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari 9—12 suku kata. Keempat baris dalam syair merupakan bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang dan bersajak a-a-a-a. Berikut salah satu bait dari Syair Ikan Terubuk.
Tunduk menyembah si lumba-lumba
Tuangku jangan berhati hiba
Daripade bunde sampai ke hamba
Sekali ini patikkan cuba (hlm.15)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa bait itu terdiri dari empat baris dengan setiap baris mengandung 9—12 suku kata. Di akhir setiap baris bunyinya sama, yaitu “-ba”. Pemilihan kata “lumba-lumba” di akhir baris pertama dipadankan dengan kata “hiba” di baris kedua, “hamba” di baris ketiga,dan “cuba” di baris keempat. Semua itu merupakan upaya untuk membuat bunyi dari rangkaian kata tersebut menjadi indah.
Dalam isi juga terdapat ungkapan-ungkapan mengenai keindahan itu sendiri dalam alam pemikiran orang Melayu. Salah satunya adalah konsep keindahan berupa kecantikan seorang perempuan seperti kutipan berikut.
Putih kuning tubuhnya tentu
Seperti emas sepuluh mutu
Bertautan dengan tingkahnye laku
Mate memandang tidaklah jemu
Kecil molek pinggangnya lampai
Rambutnya seperti mayang mengurai
Berpatutan pule denganye perangai
Sembarang kerja ienye pandai
Pinggangnya rampai dedenye bidang
Apetah lagi lehernya jenjang
Pipine seperti pauh dilayang
Seape melihat berhati sayang
Dahinye bagai sehari bulan
Sangatlah manis sembarang kelakuan
Sangatlah elok member rawan
Patutlah dengan asalnye badan
Telinganye seperti taruh angsoke
Seperti kuntum hidungnye juge
Siape melihat berhati duke
Orang memandang berhati suke
Matenye bulat terlalu manis
Siape melihat kasihnye habis
Laksana Galuh Ratna Wilis
Lengannya lentik sangatlah majlis
Giginya putih sangat bercahaye
Siape melihat kasihkan die
Lakunye manje sangat bergaye
Dengannye tuan padanlah die
Bibirnye manis amat dermawan
Lalai melihat laki-laki perempuan
Patut dipujuk di dalam pangkuan
Seperti anakan turun di awan
Pahanye seperti paha belalang
Siape melihat berhati walang
Duduk bercerite pagi dan petang
Di dalam tidur rasenye dating
Betisnya bagai batangnye padi
Berpatutan pule dengannye jari
Kukuny kecil seperti tali
Makin dipandang bertambah berahi
Tumitnya bagai telurnye burung
Laki perempuan heran termenung
Patut ditimang serte didukung
Tiade berbanding di dalam kampong
Jikalau ie melakukan senyum
Laksane buah masaknye ranum
Parasnye seperti ratenye Anom
Seperti syarabat akan diminum
Jikalau ia mengeluarkan kate
Halus manis jangan dikate
Tiadelah janggal dipadang mate
Patutlah duduk di dalam kote (hlm.5—8)
Kutipan di atas juga menampilkan konsep keindahan ‘luaran’ seperti yang diungkapkan Imam Ghazali. Bagi orang Melayu kala itu, seorang wanita yang cantik adalah yang terlihat berkulit putih kuning, berpinggang kecil molek, berambut panjang terurai, berdada bidang, leher jendang, pipinya seperti pauh dilayang, telinganya seperti taruh angsoke, hidung seperti kuntum, bermata bulat, lengan lentik, gigi putih bercahaya, paha seperti paha belalang,betis seperti batang padi, kuku kecil seperti tali, tumit seperti telur burung,
Selain itu, Seorang perempuan juga diharapkan mampu melakukan banyak pekerjaan. Bibir yang manis adalah bibir yang dermawan, maksudnya yang mengeluarkan kata yang manis, halus, dan ramah seperti kutipan berikut.
Puteri puyu-puyu konon namanye
Di dalam kolam konon tempatnya
Cantik manis barang lakunya
Serte dengan budi bahasanye
Kolam itu konon di Tanjung Padang
Di sanelah tempat paras gemilang
Cantik majelis bukan kepalang
Hancurlah hati siape memandang (hlm.10—11)
Konsep mengenai kecantikan seorang perempuan seperti di dalam kutipan di atas juga membawa mengandung unsur didaktis kepada penikmat karya tersebut. Jika ingin menjadi sosok perempuan yang cantik dan dikagumi,maka ia harus mampun berlaku dermawan dan mengeluarkan kata-kata yang manis, halus, dan ramah.
Selain pengajaran, pembaca juga akan dibawa untuk merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerita melalui ungkapan dan rangkaian kata yang bagitu indah. Perasaan Ikan Terubuk yang sedang jatuh cinta disampaikan bagitu indah dan begitu mendalam dengan perumpamaan-perumpamaan seperti pada kutipan berikut.
Pendendang sudah ie berkate
Lalulah pulang ie nan serte
Tinggal terubuk duduk bercinte
Berendam dengan air mate
Sangat bercinte ikan terubuk
Berahikan puyu di dalam lubuk
Hati dan jantung bagai ditumbuk
Laksane bulan dimakan bubuk
Selame mude duduk bercinte
Berendam dengan airnye mate
Berahi mendengar kabar berite
Seperti melihat denganye mate
Kepade mase terubuk merayu
Mendengar guruh dayu-mendayu
Siang dan malam berhati sayu
Terkenangkan puteri ikan puyu-puyu (hlm.66)
…
Birahinye tidak lagi terkire
Seperti duduk di atasnye bare
Siang dan mala berwure-wure
Hendak bertemu dengan segere
Hatinye mabuk diharu setan
Sudahlah dengan takdirnye Tuhan
Siang dan malam igau-igauan
Nafsu tak dapat lagi ditahan
Duduk bercinte siang dan malam
Terkenangkan puteri di dalam kolam
Siangatlah banyak ikan di dalam
Bertangkap-tangkapan timbul tenggelam (hlm.69)
Dari kutipan di atas terlihat bagaimana perasaan jatuh cinta yang dialami Ikan Terubuk. Ia begitu ingin segera bertemu. Hatinya tidak pernah tenang siang dan malam. Yang terkenang hanyalah Putri Puyu-Puyu. Pengungkapan perasaan jatuh cinta Ikan Terubuk juga melalui perumpamaan-perumpamaan yang harus dipahami lagi oleh pembaca, misalnya birahi yang tiada terkira, bagai duduk di atas bara api.
Perasaan Ikan Terubuk yang sedang patah hati pun diungkapkan melalui rangkaian kata yang indah sehingga mampu membawa pembaca untuk merasakan kesedihan Ikan Terubuk tersebut. Berikut kutipannya.
Demikian mude sangatlah sayu
Bagai kembang dipukul bayu
Terkenangkan puteri si puyu-puyu
Sudah naik ke puncak pulai
Hati di dalam sangatah hibe
Tuan puteri hendak diribe
Sudahlah masuk ke dalam rimbe
Siapalah lagi dilawan bersobe (hlm. 66)
Kehendak Allah sudah dilakukan
Meskipun sampai dapat dimakan
Dengan seketika tiade kelihatan
Akhirnye kelak jadi keampunan
Kehendak tiada Allah sampaikan
Siang dan lama berhati rawan
Seperti pungguk merindukan bulan
Siang dan malam igau-igauan
Tidaklah dapat berpandang mate
Hilang seperti disambar bĂȘte
Dudukah mude dengan bercinte
Apalah lagi hendak dikate
Dari dua kutipan di atas, yaitu kutipan yang mengungkapkan perasaan ikan terubuk yang tengah jatuh cinta dan perasaan ikan terubuk yang tengah patah hati terlihat bahwa segala yang berhubungan dengan perasaan itu dibuat sedemikian mendalam. Ketika jatuh cinta, diungkapkan dengan ungkapan dan perumpamaan yang berlebih-lebihan sehingga terlihat perasaan jatuh cinta itu teramat mendalam bagi Ikan Terubuk. Begitu pun ketika patah hati, perasaan Ikan Terubuk diungkapkan seolah ia mengalami patah hati yang teramat menyakitkan.
4. Simpulan
Syair Ikan Terubuk merupakan salah satu karya Melayu Klasik yang mengandung unsur-unsur keindahan khas Melayu. Dari bentuk dan dari isi mengandung keindahan. Dari bentuk, yaitu syair, penyusunan kata-kata dan pemilihan kata adalah suatu upaya agar bunyi ketika syair itu dibacakan juga terdengan indah. Salah satunya dengan menggunakan pola rima a-a-a-a.
Dari isi, syair ini juga menyampaikan konsep keindahan, yaitu konsep mengenai kecantikan seorang perempuan Melayu. Kecantikan seorang perempuan yang diungkapkan juga tidak sekedar kecantikan dari fisik, namun juga dari dalam berupa tingkah laku dan tutur kata. Penyampain mengenai konsep kecantikan seorang perempuan dari tingkah laku dan tutur kata ini juga merupakan salah satu bagian dari unsur didaktis karya ini bagi pembaca, yaitu menuntun pembaca untuk melihat kecantikan tidak saja dari fisik. Perempuan yang membaca karya ini juga akan mendapat pemahaman bahwa mereka tidak cukup hanya berdandan dan mempercantik fisik mereka saja.
Keindahan lainnya terlihat dari penyampaian suatu keadaan seperti jatuh cinta atau patah hata dengan ungkapan yang teramat mendalam sehingga keadaan jatuh cinta dan patah hati itu juga akan terkesan mendalam bagi pembacanya. Pengungkapan itu tidak cukup hanya dengan satu baris, namun dengan ungkapan dan perumpamaan yang panjang hingga bebeberapa bait. Hal inilah yang akan menuntun pembaca menuju pengalaman estetis dari membaca karya sastra Melayu Klasik.
Dalam hal kesusastraan Melayu klasik, yang dikatakan sebagai karya yang indah adalah karya yang tidak saja menampilkan kecantikan bunyi bahasanya, tetapi juga meluas kepada susunan watak dan ceritanya. Selain itu, sastra yang indah itu akan membawa faedah dan manfaat, dimana hal ini biasanya dalam bentuk pengajaran.
Ketika muncul pertanyaan mengenai “kemelayuan,” jawaban dalam konteks wilayah saja ternyata tidak cukup untuk menjelaskannya. Melayu pada dasarnya tidak cukup hanya dijelaskan dengan mengatakan bahwa daerahnya adalah Riau dan Riau Kepulauan, dengan salah satu daerah yang merepresentasikan kebudayaan Melayu itu adalah Pulau Penyengat. Ketika berbicara mengenai bahasa Melayu, wilayah perbincangannya pun tidak cukup hanya pada wilayah Riau dan Kep.Riau. Bahasa Melayu dengan berbagai dialeknya telah dijelaskan oleh beberapa peneliti linguistik, tersebar luas di wilayah Indonesia. Dan ketika berbicara mengenai aspek ‘kemelayuan’ lainnya seperti adat-istiadat, kepribadian, dan sejarah, masing-masing dijelaskan dalam konteks yang berbeda hingga batasan mengenai “kemelayuan” itu pun sulit dideskripsikan.
Satu hal yang menarik jika membicarakan Melayu adalah kesusastraannya, khususnya kesusastraan Melayu Klasik. Ketika kita membicarakan kesusastraan Melayu, khususnya Melayu Klasik, kita memang harus membatasinya ke karya-karya yang muncul atau ditulis pada masa lalu di wilayah kekuasaan kerajaan Melayu Riau. Salah satu fokusnya ada Pulau Penyengat yang memang diakui sebagai salah satu daerah tempat tumbuh dan berkembangnya sastra Melayu Klasik yang juga hingga saat ini menjadi penanda utama budaya Melayu.
Kesusastraan Melayu klasik ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk penulisannya, yaitu karya prosa seperti hikayat, dan puisi seperti syair dan pantun. Liaw Yock Fang (1991) lebih spesifik lagi melihat karya-karya prosa Melayu Klasik ini yang kemudian dibedakannya lagi menjadi kesusastraan yang mendapat pengaruh epos India, mendapat pengaruh cerita panji dari Jawa, kesusastraan zaman peralihan Hindu-Islam, kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, sastra kitab, sastra sejarah, serta undang-undang Melayu lama.
Selain hikayat, syair juga merupakan karya sastra Melayu Klasik yang unik dan menarik. Syair Melayu klasik ini juga sangat beragam isinya hingga Liaw (1991) menggolongkannya menjadi lima kelompok, yaitu syair panji, syair romantik, syair kiasan, syair sejarah, dan syair agama. Begitu indah dan menariknya syair-syair Melayu Klasik ini sehingga sampai saat ini masih sering dibicarakan, dibahas, diteliti, dan juga ditulis ulang. Salah satunya adalah Syair Ikan Terubuk yang menurut Azmi (2006:V) hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang dua puluh versi yang diterbitkan.
Syair Ikan Terubuk ini menurut Liaw termasuk kepada syair kiasan. Syair kiasan atau simbolis ini menurut Overbeck (dalam Liaw,1991:222) biasanya mengandung kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Syair Ikan Terubuk ini sendiri dikatakan merupakan sindiran terhadap anak Raja Malaka yang waktu itu berusaha meminang Putri Siak.
Ditinjau dari bentuk serta isinya, syair ini penuh dengan ungkapan-ungkapan keindahan. Keindahan itu sendiri merupakan pengalaman yang dirasakan oleh setiap pribadi sehingga sudut pandangnya pun akan berbeda-beda. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap keindahan-keindahan yang terdapat dalam Syair Ikan Terubuk berdasarkan konsep keindahan dalam karya sastra Melayu Klasik seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli sastra Melayu Klasik.
Sebagai objek penelitian, penulis memilih Syair Ikan Terubuk yang telah diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan penerbit Adicita Karya Nusa pada tahun 2006. Berbeda dengan terbitan syair-syair pada umumnya, BKPBM mencetaknya di kertas art paper dan penuh dengan warna sehingga syair ini dari tampilan bukunya saja sudah indah dan akan semakin menarik untuk dibaca.
2.Konsep Keindahan dalam Sastra Melayu Klasik
Keindahan pada dasarnya adalah kebenaran, ekspresi dan simbol dari kesempurnaan, ciptaan Tuhan, dan manifestasi perasaan tentang sesuatu yang bagus (Santayana, 1961:23). Ciptaan Tuhan mau tidak mau telah menjadi satu ukuran dari keindahan itu. Ketika suatu bentuk ciptaan manusia semakin mendekati kepada kesempurnaan ciptaan Tuhan, makin indah pulalah karyanya itu. Selain itu, pengalaman yang dirasa oleh masing-masing pribadi terhadap sesuatu yang bagus dan indah juga merupakan salah satu hal yang diutamakan dari keindahan tersebut.
Berbicara mengenai keindahan dalam karya sastra, maka kita akan berbicara mengenai susunan dan rangkaian kata yang disusun sedemikian rupa oleh pengarang atau penulisnya. Sebuah karya sastra juga telah mengalami suatu proses pengolahan oleh pengarang atau penulisnya dari suatu fakta atau kenyataan yang ditemuinya dengan menggunakan imajinasinya sehingga fungsi estetis dari karya itu pun lebih menonjol dari pada fungsi informatifnya seperti yang terdapat dalam karya-karya non-fiksi.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa setiap karya sastra itu memiliki unsur estetis atau bentuk-bentuk keindahannya masing-masing. Menurut Salleh (2000:234), yang indah itu dicari karena keupayaannya membawa nikmat yang membawa khalayak kepada suatu peringkat yang lebih tinggi kepada bayangan pengalaman luar biasa yang mungkin terdapat hanya di kayangan sastra yang terbina oleh imaginasi. Melalui karya yang indah, kita memanjat tangga pengalaman yang lebih cantik dan halus daripada pengalaman harian. Inilah pengalaman sastra yang dicari.
Dalam hal kesusastraan Melayu Klasik, yang dikatakan sebagai karya yang indah adalah karya yang tidak saja menampilkan kecantikan bunyi bahasanya, tetapi juga meluas kepada susunan watak dan ceritanya (Salleh, 2000:237). Selain itu, sastra yang indah itu akan membawa faedah dan manfaat, biasanya dalam bentuk pengajaran. Pengajaran di sini dapat ditakrifkan dalam suatu julat makna yang luas, daripada membawa panduan untuk membina sesuatu barang atau bangunan, kepada contoh untuk menjadi raja yang adil, istri yang taat, suami yang penyayang, wira yang setia dan secara umumnya manusia yang baik di sisi masyarakat dan agama.
Imam Ghazali mengungkapkan konsep keindahan ‘luaran’ dan ‘dalaman’. Keindahan ‘luaran’ adalah keindahan yang dinyatakan dan dapat dicerap pancaindra. Keindahan ‘dalaman’ adalah keindahan yang tersirat, tidak dinyatakan dan tidak dapat dirasakan, namun yang dicerap akal serta memberi landasan kepada keindahan didaktik yang disebut M.Hj. Salleh. Justru keindahan itulah yang mesti disampaikan kepada pembaca oleh karya sastra zaman klasik dengan cara-cara tersendiri melalui keindahan luaran sebagai bentuk syarat dan petunjuk (Braginsky, 1994: 6)
3. Keindahan dalam Syair Ikan Terubuk
Syair Ikan Terubuk, mengisahkan ikan Terubuk yang tinggal di lautan Malaka tergila-gila kepada ikan Puyu-Puyu yang tinggal di sebuah kolam, di hulu sungai Tanjung Padang. Begitu tergila-gilanya Ikan Terubuk kepada Ikan Puyu-Puyu, sehingga ia menghimpun semua menteri, hulubalang, dan pengawalnya seperti ikan tenggiri, lumba-lumba, pare, dan lain-lain untuk menyerang negeri tempat berdiamnya Puteri Puyu-Puyu jika cintanya ditolak.
Berita mengenai rencanan kedatangan Ikan Terubuk ternyata sampai juga ke telinga Putri Puyu-Puyu. Hatinya pun menjadi gelisah dan takut mengingat serangan tentara Ikan Terubuk ke negerinya nanti. Putri Puyu-Puyu pun menghimpun semua pengiring dan pengawalnya untuk menyampaikan perasaannya yang tidak mungkin menerima Ikan Terubuk karena mereka berdua berlainan negeri, yaitu laut dan darat. Putri Puyu-Puyu pun akhirnya berdoa meminta bantuan kepada datuk neneknya. Bantuan pun datang. Putri Puyu-Puyu beserta semua rakyatnya dijemput untuk naik ke puncak batang pulai. Di sanalah mereka semua bersembunyi.
Ketika Ikan Terubuk beserta pasukannya datang, mereka hanya mendapati negeri yang kosong. Hati Ikan Terubuk pun hancur. Ia kembali pulang dengan mananggung hati yang luka karena cinta yang tidak kesampaian.
Berdasarkan bentuknya, syair ini menampilkan keindahan luaran berupa rangkaian kata yang terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari 9—12 suku kata. Keempat baris dalam syair merupakan bagian dari sebuah puisi yang lebih panjang dan bersajak a-a-a-a. Berikut salah satu bait dari Syair Ikan Terubuk.
Tunduk menyembah si lumba-lumba
Tuangku jangan berhati hiba
Daripade bunde sampai ke hamba
Sekali ini patikkan cuba (hlm.15)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa bait itu terdiri dari empat baris dengan setiap baris mengandung 9—12 suku kata. Di akhir setiap baris bunyinya sama, yaitu “-ba”. Pemilihan kata “lumba-lumba” di akhir baris pertama dipadankan dengan kata “hiba” di baris kedua, “hamba” di baris ketiga,dan “cuba” di baris keempat. Semua itu merupakan upaya untuk membuat bunyi dari rangkaian kata tersebut menjadi indah.
Dalam isi juga terdapat ungkapan-ungkapan mengenai keindahan itu sendiri dalam alam pemikiran orang Melayu. Salah satunya adalah konsep keindahan berupa kecantikan seorang perempuan seperti kutipan berikut.
Putih kuning tubuhnya tentu
Seperti emas sepuluh mutu
Bertautan dengan tingkahnye laku
Mate memandang tidaklah jemu
Kecil molek pinggangnya lampai
Rambutnya seperti mayang mengurai
Berpatutan pule denganye perangai
Sembarang kerja ienye pandai
Pinggangnya rampai dedenye bidang
Apetah lagi lehernya jenjang
Pipine seperti pauh dilayang
Seape melihat berhati sayang
Dahinye bagai sehari bulan
Sangatlah manis sembarang kelakuan
Sangatlah elok member rawan
Patutlah dengan asalnye badan
Telinganye seperti taruh angsoke
Seperti kuntum hidungnye juge
Siape melihat berhati duke
Orang memandang berhati suke
Matenye bulat terlalu manis
Siape melihat kasihnye habis
Laksana Galuh Ratna Wilis
Lengannya lentik sangatlah majlis
Giginya putih sangat bercahaye
Siape melihat kasihkan die
Lakunye manje sangat bergaye
Dengannye tuan padanlah die
Bibirnye manis amat dermawan
Lalai melihat laki-laki perempuan
Patut dipujuk di dalam pangkuan
Seperti anakan turun di awan
Pahanye seperti paha belalang
Siape melihat berhati walang
Duduk bercerite pagi dan petang
Di dalam tidur rasenye dating
Betisnya bagai batangnye padi
Berpatutan pule dengannye jari
Kukuny kecil seperti tali
Makin dipandang bertambah berahi
Tumitnya bagai telurnye burung
Laki perempuan heran termenung
Patut ditimang serte didukung
Tiade berbanding di dalam kampong
Jikalau ie melakukan senyum
Laksane buah masaknye ranum
Parasnye seperti ratenye Anom
Seperti syarabat akan diminum
Jikalau ia mengeluarkan kate
Halus manis jangan dikate
Tiadelah janggal dipadang mate
Patutlah duduk di dalam kote (hlm.5—8)
Kutipan di atas juga menampilkan konsep keindahan ‘luaran’ seperti yang diungkapkan Imam Ghazali. Bagi orang Melayu kala itu, seorang wanita yang cantik adalah yang terlihat berkulit putih kuning, berpinggang kecil molek, berambut panjang terurai, berdada bidang, leher jendang, pipinya seperti pauh dilayang, telinganya seperti taruh angsoke, hidung seperti kuntum, bermata bulat, lengan lentik, gigi putih bercahaya, paha seperti paha belalang,betis seperti batang padi, kuku kecil seperti tali, tumit seperti telur burung,
Selain itu, Seorang perempuan juga diharapkan mampu melakukan banyak pekerjaan. Bibir yang manis adalah bibir yang dermawan, maksudnya yang mengeluarkan kata yang manis, halus, dan ramah seperti kutipan berikut.
Puteri puyu-puyu konon namanye
Di dalam kolam konon tempatnya
Cantik manis barang lakunya
Serte dengan budi bahasanye
Kolam itu konon di Tanjung Padang
Di sanelah tempat paras gemilang
Cantik majelis bukan kepalang
Hancurlah hati siape memandang (hlm.10—11)
Konsep mengenai kecantikan seorang perempuan seperti di dalam kutipan di atas juga membawa mengandung unsur didaktis kepada penikmat karya tersebut. Jika ingin menjadi sosok perempuan yang cantik dan dikagumi,maka ia harus mampun berlaku dermawan dan mengeluarkan kata-kata yang manis, halus, dan ramah.
Selain pengajaran, pembaca juga akan dibawa untuk merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam cerita melalui ungkapan dan rangkaian kata yang bagitu indah. Perasaan Ikan Terubuk yang sedang jatuh cinta disampaikan bagitu indah dan begitu mendalam dengan perumpamaan-perumpamaan seperti pada kutipan berikut.
Pendendang sudah ie berkate
Lalulah pulang ie nan serte
Tinggal terubuk duduk bercinte
Berendam dengan air mate
Sangat bercinte ikan terubuk
Berahikan puyu di dalam lubuk
Hati dan jantung bagai ditumbuk
Laksane bulan dimakan bubuk
Selame mude duduk bercinte
Berendam dengan airnye mate
Berahi mendengar kabar berite
Seperti melihat denganye mate
Kepade mase terubuk merayu
Mendengar guruh dayu-mendayu
Siang dan malam berhati sayu
Terkenangkan puteri ikan puyu-puyu (hlm.66)
…
Birahinye tidak lagi terkire
Seperti duduk di atasnye bare
Siang dan mala berwure-wure
Hendak bertemu dengan segere
Hatinye mabuk diharu setan
Sudahlah dengan takdirnye Tuhan
Siang dan malam igau-igauan
Nafsu tak dapat lagi ditahan
Duduk bercinte siang dan malam
Terkenangkan puteri di dalam kolam
Siangatlah banyak ikan di dalam
Bertangkap-tangkapan timbul tenggelam (hlm.69)
Dari kutipan di atas terlihat bagaimana perasaan jatuh cinta yang dialami Ikan Terubuk. Ia begitu ingin segera bertemu. Hatinya tidak pernah tenang siang dan malam. Yang terkenang hanyalah Putri Puyu-Puyu. Pengungkapan perasaan jatuh cinta Ikan Terubuk juga melalui perumpamaan-perumpamaan yang harus dipahami lagi oleh pembaca, misalnya birahi yang tiada terkira, bagai duduk di atas bara api.
Perasaan Ikan Terubuk yang sedang patah hati pun diungkapkan melalui rangkaian kata yang indah sehingga mampu membawa pembaca untuk merasakan kesedihan Ikan Terubuk tersebut. Berikut kutipannya.
Demikian mude sangatlah sayu
Bagai kembang dipukul bayu
Terkenangkan puteri si puyu-puyu
Sudah naik ke puncak pulai
Hati di dalam sangatah hibe
Tuan puteri hendak diribe
Sudahlah masuk ke dalam rimbe
Siapalah lagi dilawan bersobe (hlm. 66)
Kehendak Allah sudah dilakukan
Meskipun sampai dapat dimakan
Dengan seketika tiade kelihatan
Akhirnye kelak jadi keampunan
Kehendak tiada Allah sampaikan
Siang dan lama berhati rawan
Seperti pungguk merindukan bulan
Siang dan malam igau-igauan
Tidaklah dapat berpandang mate
Hilang seperti disambar bĂȘte
Dudukah mude dengan bercinte
Apalah lagi hendak dikate
Dari dua kutipan di atas, yaitu kutipan yang mengungkapkan perasaan ikan terubuk yang tengah jatuh cinta dan perasaan ikan terubuk yang tengah patah hati terlihat bahwa segala yang berhubungan dengan perasaan itu dibuat sedemikian mendalam. Ketika jatuh cinta, diungkapkan dengan ungkapan dan perumpamaan yang berlebih-lebihan sehingga terlihat perasaan jatuh cinta itu teramat mendalam bagi Ikan Terubuk. Begitu pun ketika patah hati, perasaan Ikan Terubuk diungkapkan seolah ia mengalami patah hati yang teramat menyakitkan.
4. Simpulan
Syair Ikan Terubuk merupakan salah satu karya Melayu Klasik yang mengandung unsur-unsur keindahan khas Melayu. Dari bentuk dan dari isi mengandung keindahan. Dari bentuk, yaitu syair, penyusunan kata-kata dan pemilihan kata adalah suatu upaya agar bunyi ketika syair itu dibacakan juga terdengan indah. Salah satunya dengan menggunakan pola rima a-a-a-a.
Dari isi, syair ini juga menyampaikan konsep keindahan, yaitu konsep mengenai kecantikan seorang perempuan Melayu. Kecantikan seorang perempuan yang diungkapkan juga tidak sekedar kecantikan dari fisik, namun juga dari dalam berupa tingkah laku dan tutur kata. Penyampain mengenai konsep kecantikan seorang perempuan dari tingkah laku dan tutur kata ini juga merupakan salah satu bagian dari unsur didaktis karya ini bagi pembaca, yaitu menuntun pembaca untuk melihat kecantikan tidak saja dari fisik. Perempuan yang membaca karya ini juga akan mendapat pemahaman bahwa mereka tidak cukup hanya berdandan dan mempercantik fisik mereka saja.
Keindahan lainnya terlihat dari penyampaian suatu keadaan seperti jatuh cinta atau patah hata dengan ungkapan yang teramat mendalam sehingga keadaan jatuh cinta dan patah hati itu juga akan terkesan mendalam bagi pembacanya. Pengungkapan itu tidak cukup hanya dengan satu baris, namun dengan ungkapan dan perumpamaan yang panjang hingga bebeberapa bait. Hal inilah yang akan menuntun pembaca menuju pengalaman estetis dari membaca karya sastra Melayu Klasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar